HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGAN
MELALUI PENDIDIKAN
Keberadaan manusia dari sejak kelahirannya terus mengalami
perubahan-perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Manusia yang
merupakan makhluk hidup dengan akal budi memiliki potensi untuk terus melakukan
pengembangan. Sifat pengembangan sifat pengembangan manusia menunjukan sisi
dinamisnya, artinya perubahan terjadi terus menerus pada manusia. Tidak ada
yang tidak berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Salah satu pengembangan
manusia, yaitu melalui pendidikan.
Melalui pendidikan manusia berharap nilai-nilai kemanusiaan diwariskan, bukan sekedar
diwariskan melainkan menginternalisasi
dalam watak dan kepribadian.Nilai-nilai kemanusiaan menjadi penuntun manusia
untuk hidup berdampingan dengan manusia lain. Upaya pendidikan melaui
internalisasi nilai-nilai kemanusiaan
menunutun untuk manusia. Oleh karena itu, pendidikan menjadi kebutuhan manusia.
Kebutuhan akan pendidikan menjadi satu hal yang tidak
terelakan pada setiap fase sejarah peradaban manusia. Pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan sangat dibutuhkan menjadi pendapat
setiap individu dan
masyarakat disetiap bangsa atau negara beradab. Melaui
pemeikiran dan perubahan peradaban , manusia sepakat bahwa pendidikan itu penting, walaupun dengan latar belakan dan carea pandang berbeda dalam melihat keutamaannya.
Russell (1993:1) menganggap walaupun pendidikan merupakan
proposisi yang selalu
diperdebatkan oleh sebagaian orang yang
penilaian-penilaiannya patut dihormati, mereka yang
menentang pendidikan berbuat demikian berdasarkan alasan bahwa pendidikan tidak dapat
mencapai tujuan yang dinyatakannya.
Kutipan dalam teks
dari Meno yang ditulis oleh Plato (427-447 SM) mengatakan bahwa pengetahuan tentang tentang kebenaran secara natural sudah
ada dalam diri seseorang sebelum ia mampu
belajar lwat pengalaman dan observasi. Ide pokoknya iala jiwa manusia sudah lebih dullu ada dan berpadu dengan forma-forma sebelelum ia dipersatukan
dangen tubuh. Manusia lalu mengingat kembali apa yang
diketahui oleh jiwa mereka pada awal
eksistensinya (Beoang, 1997: 42). Keyakinan Plato melahirkan teori
yang kemudian di sebut sebagai rasionalisme.
Berbeda dengan Plato, Aristoteles (384-322 SM)
menyatakan bahwa dunia eksternal
merupakan landasan bagi
persepsi-persepsi indrawi manusia yang nanti pada gilirannya akan
diinterprestasikan sebagai suatu yang
tepat dengan aturan-aturan
sendiri (konsisten, tidak berubah) oleh pikirannya (Schunk, 2012:8).
Keyakinan Aristoteles melahirkan tewori
yang kemudian disebut sebagai empirisme.
Berdasarkan pandangan-pandangan tersebut kemudian lahir banyak praktik
yang berbeda tentang pendidikan, sama seperti banyaknya pandangan yang
berbeda mengenai keberadaan dan sifat hakikat manusia.
Keberadaan dan sifat hakikat manusia senantia menarik untuk
dipelajari dan digali dari
berbagai macam sudut pandang disiplin ilmu. Manusia yang merupakan
makhluk hidup dengan
banyak aspek yang
melingkupinya menjadi sumber, kajian terhadap
keberadaan dan sifat hakikat
manusia dan hal tersebut dapat
menjadi pengangan hidup manusia. Mengarungi kehiduppan yang
berliku-liku akan menjadi lebih mudah
karena adanya pegangan hidup.
Jadi, ahkikat manusia
-berfikir- itulah yang semestinya
menjadi haluan dalam bertindak.
Sementara itu, sebagai sebuah upaya
penelitian kegiatan ilmiah, usaha Charles Darwin tentu
saja patut dipahami sebagai
pemantik penelitian-penelitian ilmiah
setelahnya untuk terus
menggalai dan mencari kebenaran
tentang manusia.
A.
DIMENSI MANUISA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU
Setiap manusia bersifat unik –berbeda setiap individu- sehingga
kecenderungan dan perhatian
terhadap sesuatu akan
berbeda. Karena adanya
individualitas itu, setiap orang
memiliki aspek kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan,
semangat, dan daya tahan yang
berbeda(Thirtarahardja dan Sulo, 2005:17).
Selain hal tersebut,
terdapat juga aspek-aspek
individual yang sifatnya cenderung eksternal. Artinya, banyak melibatkan
unsur-unsur luar dalam proses pembentukannya menjadi bagian yang
melekat dalam individu. Aspek-aspek tersebut antara lain:
1)
Kematangan intelektual ;
2)
Kemampuan berbahasa;
3)
Latar belakang pengalaman;
4)
Cara atau gaya dalam mempelajari sesuatu;
5)
Bakat dan minat; dan
6)
Kepribadian.
Sebagai makhluk
individual, manusia
mengalami proses perkembangan
kecakapan dalam bentuk sikap
dan perilaku yang berlaku dalam masyarakat. Sering pula
potensi-potensi individual
manusia digolongkan menjadi dua, yaitu potensi rohani (pikir, cipta, rasa, karsa,
dan budi nurani) dan jasmani (pancaindra dan keterampilan-keterampilan). Memlui
poroses sosial yang terjadi dalam pendidikan dan masyarakat, seseorang dipengaruhi oleh lingkungan yang terorganisasi, misalnya sekolah sehingga
mampu mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan pribadinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar