Pendidikan anak adalah perkara yang sangat penting
di dalam Islam. Di dalam Al-Quran kita dapati bagaimana Allah
menceritakan petuah-petuah Luqman yang merupakan bentuk pendidikan bagi
anak-anaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan
terhadap anak, baik dari perintah maupun perbuatan beliau mendidik anak
secara langsung.
Featured Posts
Rabu, 11 Januari 2017
Minggu, 15 Februari 2015
HAKIKAT PEPNDIDIKAN
Mengkaji hakikat pendidikan
akan memberikan landasan
yang kuat terhadap praktik pendidikan dalam upaya
memanusiakan manusia. Hakikat
pendidikan menjadi kokoh dan kuat untuk memuliakan manusia. Upaya dalam
praktik pendidikan perlu
mendasarkan diri pada hakikat pendidikan sebagai tiang penyangga.
Berbagai upaya dan
peralatan dilakukan manusia untuk
meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan hidupnya dengan jalan
menerapkan pengetahuan. Secara metodologis oleh Keraf dan Dua (2001: 18)
dinyatakan bahwa dalam gejala
terbentuknya pengetahuan manusia, dapat
dibedakan antara kutub si pengenal dan kutub yang dikenal, atau antara subjek dan objek. Kendati keduanya
dapat dibedakan secara jelas dan tegas, untuk
bisa terbentuknya pengetahuan, keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama
lain. Supaya ada pengetahuan, keduanya
harus ada. Hal yang satu tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Keduanya merupakan suatu kesatuan asasi bagi terwujudnya pengetahuan manusia.
Manusia mendapatkan pengetahuan melalui sumber-sumber yang tersedia untuk memperolehnya. Sumber pengetuan tersebut
dapat dibedakan menjadi : (1)
rasionalisme yang bersumber dari ide,
apriori, solipsistik, subjektif, dan dedukatif; (2) empirisme yang yang bersumber dari fakta, objektif generalisasi, dan indukatif;
(3) intuisi yang bersumber pada gelaja
tiba-tiba, personal, dan tak bisa diramalkan; (4) wahyu merupakan petunjuk Tuhan dan mutlak; selain itu, terdapat sumber pengetahuan berikutnya : (5) metode ilmiah, yaitu
pengetahuan yang bersumber dari sifat ilmu ilmiah yang berjalan dari ragu ke percaya. Kajian teorinya
bersifat logika dedukatif, logika
matematik, dan koheren. Kajian empiris mengacu pada logika indukatif,
generalisasi, logika statistik, dan korespondensi.
Suriasumatri (1999: 2) menyatakan bahwa pada hakikatnya upaya
manusia dalam memperoleh pengetahuan didsarkan
pada tiga pokok masalah, yaitu sebagai berikut.
1. Apakah yang ingin
kita ketahui.
2. Bagaimana cara kita memperoleh pengathuan ?
3. Apakah nilai pengetahuan tersebut
bagi kita?
Hakikat pendidikan dapat dilacak melalui dua metode,
yaitu dengan mempelajari teori dan tokoh-tokohnya atau dengan melacak nya berdsarkan urutan-urutan sejarah pendidikan. Kalau
metode pertama adalah upaya yang memberikan uraian secara tersusun
tentang dasar, tujuan, lingkungan pendidikan, tokoh-tokohnya, dan
segala sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan itu.
Pendidikan sering diterjemahkan orang
dengan paedagogie. Pada zaman Yunan Kuno, seorang anak yang
pergi dan pulang sekolah diantar seorang nelayan; pelayan tersebut biasa
disebut paedagogos, penuntun anak, disebut demikian karena
disamping mengantar dan
menjemput, juga berfungsoi sebagai
pengasuh anak tersebut dalam rumah tangga orang tuanya, sedangkan gurunya sendiri, yang
mengajar; pada Yunani kuno disebut governor. Governor sebagai guru tidak
mengajar secara klasikal seperti sekarang
melainkan individual (Muhadjir,
2000: 20).
Mudyhardjo (2012: 3) memberikan pengertian pendidikan ke dalam tiga
jangkauan, yaitu pengertian pendidikan
maha luas, yaitu pendidikan
adalah hidup . pendidikan
adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup.
Pendidikan adalah segala
situasi yang memengaruhi pertumbuhan individu.
Devinisi sempit, yaitu pendidikan adalah
sekolah. Pendidikan adalah pengajaran
yang diselengarakan disekolah
sebagai lembaga pendidikan formal.
Pendidikan adalah segala pengaruh
yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar
mempuynyai kemampuan yang sempurna dan
kesadaran penuh terhadap
hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.
Sementara itu, definisi
luas terbatas, yaitu pendidikan
adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung disekolah dan diluar sekolah
sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan
dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang.
DIMENSI MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SUSILA ATAU BERMORAL
DIMENSI MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK
SUSILA ATAU BERMORAL
Susila berasal dari kata
su dan sila, yang artinya kepantasan
yang lebih tinggi. Akan tetapi ,
di dalam kehidupan bermasyarakat ,
orang tidak cukup hanya berbuat yang
pantas jika di dalam yang pantas atau
sopan itu, misalnya terkandung kejahatan yang terselubung . oleh karena itu, pengertian susila berkembang
sehingga memiliki perluasan arti
menjadi kebaikan yang lebih .
dalam bahasa ilmiah sering digunakan
dua macam istilah yang
memiliki konotasi berbeda, yaitu etiket (persoalan kepantasan
dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan). Kedua hal tersebut biasanya
dikaitkan dengan persoalan hak dan kewajiban (Tirtarahardja dan Sulo, 2005: 20).
Dimensi manusia sebagai makhluk susila atau bermoral
berhungan erat dengan social-institision
(pranata sosial). Koentjaraningrat (1964:113) menyebutkan bahwa pranata
sosial adalah suatu sistem
tata kelakuan dan hungan yang
berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-komplek
kebutuhan khusus dalam kehidupan
masyarakat. Pranata sosial ini melambaga
di msayarakat yang didalammnya
berisi himpunan norma-norma segala tingkatan yang berkisar pada suatau kebutuhan pokok di dalam kehidupan
masyarakat (Sorkarnto, 2002: 198).
Selanjutnya , Soekanto (2002:199) menjelaskan bahwa lembaga kemasyarakatan yang
bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manuisa pada dasarnya mempunyai
beberapa fungsi, yaitu : (1)
memberikan pedoman pada angota
masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap didalam menghadapi
masalah-masalah dalam masyarakat,
terutama yang menyangkut
kebutuhan-kebutuhan; (2) menjaga
keutuhan masyarakt; dan (3) memberikan pegangan kepada masyarakat terhadap masyarakt
untuk mengadakan sistem pengendalian
sosial (social control).
Artinya , sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
Supaya hubungan
sosial didalam suatu masyarakat berjalan sesuai harapan, di
dalam masyarakat dirumuskan
norma-norma. Norma-norma tersebut
memberikan batas-batas individu
dalam berperilaku, memberikan indentifikasi individu dengan kelompoknya, dan menjaga solidaritas sosial . Untuk itu, prasyarat
hubungan sosial yang baik
dibutuhkan pendidikan di
masyarakat yang bisa mengenalkan kepada anggotanya mengenai
tata susila yang berlaku. Tidak
sekedar mengenalkan, tetapi
mendarah daging, dan
menginternalisasi.
DIMENSI MANUSIA SEBAGAI
MAKHLUK RELIGIUS
Manusia sebagai makhluk religius sering
dikaitkan dengan agama
yang menjadi keyakinan atas
kekuasaan alam semesta, yaitu Tuhan Yang
Maha Esa. Keyakinan tersebut tumbuh dan berkembang menjadi
pegangan hidup manusia.
Peganagan untuk digunakan sebagai landasan untuk mendekati kebenaran atau kebaikan
dan menjauhi kesalahan atau kejahatan.
Pada hakikatnya, manusia
adalah makhluk religius. Sejak dahulu kala, sebelum
manusia mengenal agama mereka
telah percaya bahwa di luar alam yang dapat dijangkau dengan
perantaraan indranya, diyakini
akan adanya kekuatan supranatural yang
menguasai hidup alam
semesta ini. Untuk dapat berkomunikasi
dan mendekatkan diri pada kekuatan tersebut diciptakan
mitos-mitos. Misalnya, untuk meminta sesuatu dari kekuatan-kekuatan tersebut dilakukan
bermacam-macam upacara, menyediakan
sesajen-sesajen, dan memberikan
korban-korban. Sikap dan kebiasaan
yang membudaya pada nenek
moyang kita seperti itu dipandang sebagai embrio dari
kehidupan manuisa dalam
beragaman. Kemudian, setelah ada
agama, manusia manusia mulai menganutnya (Tirtarahardja dan Sulo, 2005: 23).
Memang religius tidak sama dengan agama. Religius merupan pelaksanaan pesan-pesan keagamaan dalam
realisasi dengan sesama manusia dan manusia dengan Tuhan. Naim dan Sauqi (2011: 18)
menegaskan walaupun tidak ada yang mengajarkan kekerasan, konflik, dan penguasaan terhadap mereka yang berbeda
secara paksa, kita juga tidak bisa menutup mata melihat kenyataan
bahwa agama sering “dikesankan” dengan wajah kekerasan.
Kamis, 12 Februari 2015
Manusia Sebagai Makhluk Sosial
DIMENSI MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK
SOSIAL
Manusia memiliki kemampuan
sosial berupa kesadaran
sosial dan pengelolaan
sosial yang terus mengalami perubahan-perubahan sejalan
tumbuh –kembangnya usia dan
kedewasaan . kemampuan sosial menentukan
bagaimana manusia mengelola
hubungan, sedangkan kesadarab sosial
merupakan kemampuan merasakan emosi orang lain,
memahami sudut pandang mereka,
dan berminat aktif pada kekhawatiran mereka. Sementara itu, pengelolaan
sosial merupakan kemampuan membimbing , memengaruhi, mengembangkan orang
lain, pengelolaan konflik,
membangun ikatan, dan kerja kelompok.
Tirtarahardja dan Sulo
(2005:19) mengatakan bahwa adanya
domensi sosial pada diri
manusia jelas pada dorongan untuk bergaul
pada diri manusia tampak jelas
pada dorongan untuk bergaul, setiap orang
ingin bertemu dengan sesamanya.
Betapa kuat dorongan tersebut sehingga
bila dipenjarakan, menjadi hukuman yang paling berat dirasakan manuisa karena dengan
diasingkan didalam penjara, berarti
diputuskannya dorongan bergaul tersebut dengan mutlak.
Dimensi manusia sebagai
makhluk sosial
memperlihatkann, bahwa keberadaannya
saling terkait satu sama lain. Didalam
dimensi ini terdapat proses sosial dan interaksi
sosial antarmanusia. Soekanto (2002: 60) menjelaskan bahwa proses
sosial adalah pengaruh
timbal balik antara pelbagai segi kehidupan bersama.
Pengantar Pendidikan
HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGAN
MELALUI PENDIDIKAN
Keberadaan manusia dari sejak kelahirannya terus mengalami
perubahan-perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Manusia yang
merupakan makhluk hidup dengan akal budi memiliki potensi untuk terus melakukan
pengembangan. Sifat pengembangan sifat pengembangan manusia menunjukan sisi
dinamisnya, artinya perubahan terjadi terus menerus pada manusia. Tidak ada
yang tidak berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Salah satu pengembangan
manusia, yaitu melalui pendidikan.
Melalui pendidikan manusia berharap nilai-nilai kemanusiaan diwariskan, bukan sekedar
diwariskan melainkan menginternalisasi
dalam watak dan kepribadian.Nilai-nilai kemanusiaan menjadi penuntun manusia
untuk hidup berdampingan dengan manusia lain. Upaya pendidikan melaui
internalisasi nilai-nilai kemanusiaan
menunutun untuk manusia. Oleh karena itu, pendidikan menjadi kebutuhan manusia.
Kebutuhan akan pendidikan menjadi satu hal yang tidak
terelakan pada setiap fase sejarah peradaban manusia. Pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan sangat dibutuhkan menjadi pendapat
setiap individu dan
masyarakat disetiap bangsa atau negara beradab. Melaui
pemeikiran dan perubahan peradaban , manusia sepakat bahwa pendidikan itu penting, walaupun dengan latar belakan dan carea pandang berbeda dalam melihat keutamaannya.
Langganan:
Postingan (Atom)